Penanganan bukti digital mencakup setiap dan semua data digital yang dapat menjadi bukti penetapan bahwa kejahatan telah dilakukan atau dapat memberikan link antara kejahatan dan korbannya atau kejahatan dan pelakunya. Elemen yang paling penting dalam digital forensic adalah kredibilitas dari barang bukti digital tersebut. Cara pembuktian untuk mendapatkan bukti valid adalah dengan melakukan investigasi dengan pendekatan Prosedur Pemeriksaan Digital Forensic. Sejumlah tahapan pendekatan ini dalam penanganan bukti digital dikenal dengan istilah Framework. Tahapan penyelidikan harus sesuai dengan hukum dan ilmu pengetahuan yang ada dengan menggunakan lima langkah yang berbeda dalam investigasi barang bukti untuk dipresentasikan di pengadilan yang terdiri dari pre-process, acquisition & preservation, analysis, presentation dan post-process.
Penyederhanaan tahapan Digital Forensic Investigation Framework (DFIF) yang terlalu banyak perlu dilakukan sehingga dari 15 langkah yang ada dapat disederhanakan menjadi lima tahapan umum DFIF pada semua kasus insiden tanpa merusak bukti dan melindungi chain of custody. Integrated Digital Forensics Investigation Framework (IDFIF) ini diharapkan dapat menjadi standar metode penyelidikan para penyidik. IDFIF telah memperhitungkan DFIF sebelumnya sehingga DFIF yang telah ada sebelumnya dapat diakomodir oleh IDFIF.
IDFIF merupakan metode terbaru sehingga IDFIF ini menarik untuk diteliti lebih lanjut terutama dalam proses investigasi smartphone. Smartphone adalah telepon Internet-enabled yang biasanya menyediakan fungsi Personal Digital Assistant (PDA) seperti fungsi kalender, buku agenda, buku alamat, kalkulator, dan catatan (Farjamfar, dkk., 2014). Smartphone mempunyai fungsi yang menyerupai komputer, sehingga kedepannya teknologi smartphone akan menyingkirkan teknologi komputer desktop terutama dalam hal pengaksesan data dari Internet. Setiap smartphone memiliki sistem operasi yang berbeda-beda, sama hal nya dengan sistem operasi pada komputer desktop (Ayers, dkk., 2014).
Baca juga apa itu ssl ?
Saat ini, di Indonesia ada empat jenis sistem operasi smartphone yaitu Android OS, Windows Phones OS, RIM OS dan iOS. Setiap sistem operasi pada smartphone terus mengalami perkembangan sehingga memiliki beberapa versi salah satunya adalah Android OS. Android OS memiliki beberapa versi berdasarkan perkembangannya sejak dirilis pertama kali hingga sekarang yaitu Android CupCake(1.5), Android Donut(1.6), Android Eclair(2.0-2.1), Android Froyo(2.2), Android GinggerBread(2.3-2.3.7), Android Honeycomb(3.1-3.2), Android Ice Cream Sandwich(4.0.3-4.0.4), Android Jelly Bean(4.1-4.3), Android KitKat(4.4) , Android Lollipop (5.0), dll.
Saat ini perangkat smartphone memiliki fungsi yang sama dengan komputer. Meskipun fungsinya sama dengan komputer, namun ada beberapa perbedaan dalam proses penanganan digital forensics diantara perangkat komputer dan smartphone karena smartphone memiliki karakteristik yang unik sehingga tidak bisa disamakan dengan penanganan komputer biasa (Ademu, dkk., 2011). Sehubungan dengan alasan tersebut, diperlukan adanya analisis kelayakan IDFIF terhadap investigasi smartphone untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari model IDFIF tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan penerapan model IDFIF dalam proses investigasi smartphone. Analisis ini juga menghasilkan rekomendasi perbaikan yang harus dilakukan sehingga model IDFIF tersebut dapat digunakan dalam proses investigasi terhadap setiap jenis barang bukti digital yang ditemukan.
1. Pengertian Digital Forensik
Forensik digital adalah salah satu cabang ilmu forensik, terutama untuk penyelidikan dan penemuan konten perangkat digital, dan sering kali dikaitkan dengan kejahatan komputer. Istilah forensik digital pada awalnya identik dengan forensik komputer tetapi kini telah diperluas untuk menyelidiki semua perangkat yang dapat menyimpan data digital. Forensik digital diperlukan karena biasanya data di perangkat target dikunci, dihapus, atau disembunyikan. Berawal dari bangkitnya revolusi komputasi personal pada akhir 1970-an dan awal 1980-an, disiplin ini berkembang secara alami selama tahun 1990-an, dan baru pada awal abad ke-21 negara-negara secara bertahap membentuk kebijakannya terhadap disiplin ini.
Landasan forensik digital ialah praktik pengumpulan, analisis, dan pelaporan data digital. Investigasi forensik digital memiliki penerapan yang sangat beragam. Penggunaan paling umum adalah untuk mendukung atau menyanggah asumsi kriminal dalam pengadilan pidana atau perdata.
Forensik juga dapat dilakukan di sektor swasta; seperti penyelidikan internal perusahaan (in-house) atau penyelidikan intrusi (penyelidikan khusus mengeksplorasi sifat dan dampak intrusi jaringan yang tidak sah).
Penguasaan ilmu forensik digital tidak hanya menuntut kemampuan teknis semata tetapi juga terkait dengan bidang lain, seperti bidang hukum. Aspek teknis dari penyelidikan dapat dibagi menjadi beberapa subcabang, sesuai dengan jenis perangkat digital yang terlibat; forensik komputer, forensik jaringan, analisis data forensik dan forensik peranti bergerak. Proses forensik umumnya meliputi penyitaan, forensic imaging (akuisisi) dan analisis media digital dan penyusunan laporan berdasarkan bukti yang dikumpulkan.
Baca juga Apa itu 5g teknologi ?
Selain mengidentifikasi bukti langsung sebuah kejahatan, forensik digital dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hubungan antara tersangka dan kasus tertentu, mengkonfirmasi alibi-alibi atau pernyataan-pernyataannya, untuk memahami niat, mengidentifikasi sumber (misalnya, dalam kasus sengketa hak cipta), atau mengotentikasi dokumen-dokumen. Ruang lingkup investigasi forensik digital lebih luas daripada bidang pengetahuan forensik lainnya (di mana sebagian besar ilmu forensik lain dirancang untuk menjawab pertanyaan yang relatif sederhana), sering melibatkan garis waktu atau hipotesis yang kompleks.
2. Jenis - jenis Digital Forensik
Berikut beberapa jenis - jenis digital forensik
A. Forensik Statik ( static forensic )
Forensik statik menggunakan prosedur dan pendekatan konvensional di mana bukti di olah secara bit-by-bit image untuk melakukan proses forensik. Proses forensiknya sendiri berjalan pada sistem yang tidak dalam keadaan menyala. Forensik statik difokuskan pada pemeriksaan hasil imaging untuk menganalisis isi dari bukti digital, seperti berkas yang dihapus, riwayat penjelajahan web, berkas fragmen, koneksi jaringan, berkas yang diakses, riwayat user login, dll guna membuat timeline berupa ringkasan tentang kegiatan yang dilakukan pada bukti digital sewaktu digunakan.
Saat perangkat dalam keadaan mati, data yang dapat diperiksa hanya yang tersimpan di memori statis, seperti diska keras. Namun, masih ada beberapa pemrosesan yang perlu dilakukan sebelum menganalisis data aktual pada unit penyimpanan. Ketika melakukan pemeriksaan forensik, terutama dalam penegakan hukum, harus diambil tindakan untuk menghilangkan peluang memodifikasi bukti yang sebenarnya. Menyalakan perangkat dan mengoperasikannya bisa saja memodifikasi data asli dan dengan demikian mencemari bukti. Bukti yang terkontaminasi pada gilirannya tidak akan layak di pengadilan. Sehingga perlu membuat salinan bukti yang identik (dalam hal konten) menggunakan perangkat khusus atau komputer biasa dengan bantuan perangkat keras write blocker dan perangkat lunak pencitraan diska (disk imaging). Dalam istilah forensik, salinan ini umumnya disebut disk image atau forensic disk image. Kemudian forensic disk image ini dibawa ke laboratorium forensik untuk dianalisis.
Baca juga Apa itu vpn ?
B. Forensik Langsung ( live Forensik )
Dalam forensik langsung semua bukti digital dikumpulkan saat sistem sedang berjalan, sehingga pemeriksa mendapat kesempatan untuk mengumpulkan data volatil (mudah hilang) yang memuat informasi tentang apa yang sedang dilakukan perangkat. Tujuan utama dari penyelidikan langsung adalah untuk mengumpulkan data volatil sebanyak-banyaknya. Forensik langsung juga memberi kesempatan untuk memeriksa apakah ada diska keras yang aktif dienkripsi sehingga bisa mengumpulkan data versi yang tidak terenkripsi. Implementasi full disk encryption (FDE) memastikan bahwa semua data pada diska keras dienkripsi saat komputer mati. Namun, data akan didekripsi saat komputer aktif. Oleh karena itu perlu melakukan pencarian menyeluruh untuk perangkat lunak enkripsi yang mungkin terpasang di komputer. Jika ada tanda-tanda enkripsi, pemeriksa harus membuat logical image dari diska keras tersebut untuk menjamin bahwa data dapat dipertahankan dan tersedia untuk analisis nanti.
3. Siapa yang melakukan Digital Forensik ?
Tahapan proses forensik digital memerlukan pelatihan dan pengetahuan spesialis yang berbeda-beda. Secara garis besar ada dua tingkatan personel yang dibutuhkan. Teknisi forensik digital (digital forensics technicians), Teknisi mengumpulkan atau memproses bukti di TKP. Teknisi ini dilatih mengenai penanganan teknologi secara benar (misalnya bagaimana memelihara/mempertahankan bukti). Teknisi mungkin juga diminta untuk melakukan "Analisis langsung". Berbagai alat untuk menyederhanakan prosedur ini telah diproduksi, misalnya dengan COFEE milik Microsoft.
4. Kapan Digital Forensik Pertama kali dilakukan ?
Sebelum tahun 1980-an kejahatan yang melibatkan komputer ditangani dengan ketentuan hukum yang ada. Kejahatan komputer pertama kali diakui dalam Undang-Undang Pidana Komputer Florida 1978 (the 1978 Florida Computer Crimes Act) termasuk undang-undang yang melarang modifikasi tidak sah atau penghapusan data pada sistem komputer. Pada tahun-tahun berikutnya, ruang lingkup cybercrime mulai berkembang, dan beberapa undang-undang kemudian disahkan untuk mengatasi permasalahan hak cipta, privasi/pelecehan (misalnya intimidasi dunia maya, cyber stalking, dan predator daring) serta pornografi anak. Baru pada tahun 1980-an undang-undang federal mulai memasukkan pelanggaran komputer. Kanada adalah negara pertama yang mengeluarkan undang-undang terkait kejahatan komputer pada tahun 1983. Hal ini diikuti oleh Amerika Serikat dengan Computer Fraud and Abuse Act pada tahun 1986, Australia mengamendemen undang-undang kriminalnya pada tahun 1989 dan Inggris menerbitkan Undang-Undang Penyalahgunaan Komputer (Computer Misuse Act) pada tahun 1990.
5. Pertumbuhan Digital Forensik
Pertumbuhan kejahatan komputer selama tahun 1980-an dan 1990-an menyebabkan lembaga-lembaga penegak hukum membentuk tim khusus, biasanya di tingkat nasional, untuk menangani aspek-aspek teknis dalam penyelidikan. Sebagai contoh, pada tahun 1984 FBI membentuk Tim Analisis dan Tanggapan Komputer (Computer Analysis and Response Team), dan tahun berikutnya Departemen Kejahatan Komputer didirikan di dalam kelompok anti-penipuan Polisi Metropolitan Inggris. Selain personel penegak hukum profesional, banyak anggota awal tim-tim ini terdiri dari penggemar/penghobi komputer dan bertanggung jawab untuk penelitian dan petunjuk awal serta arah masa depan bidang forensik digital.
Salah satu contoh kasus penerapan digital forensik yang pertama (atau paling tidak kasus publik yang paling awal) adalah kasus pengejaran peretas Markus Hess oleh Clifford Stoll pada tahun 1986. Meskipun Stoll penyelidikannya menggunakan teknik forensik komputer dan jaringan, bukanlah pemeriksa khusus. Banyak kasus identifikasi awal forensik digital mengikuti profil yang serupa.
Sepanjang tahun 1990-an, permintaan terhadap sumber daya penyelidikan baru ini semakin meningkat. Beban dan ketegangan pada unit pusat mengarah pada pembentukan tim-tim di tingkat regional bahkan di tingkat lokal. Misalnya, National Hi-Tech Crime Unit di Inggris dibentuk pada tahun 2001 guna menyediakan infrastruktur nasional untuk kejahatan komputer; dengan personel yang berlokasi di pusat kota London dan pasukan polisi di daerah (unit ini masuk ke dalam Serious Organised Crime Agency (SOCA) pada tahun 2006).
Selama periode ini ilmu forensik digital berkembang dari sarana dan teknik-teknik ad-hoc yang dikembangkan oleh para praktisi penghobi di bidang ini. Berbeda dengan ilmu forensik lainnya yang dikembangkan dari karya-karya komunitas ilmiah. Pada 1992 istilah "forensik komputer" mulai digunakan dalam literatur akademik (meski sebelumnya sudah digunakan secara informal); sebuah makalah oleh Collier dan Spaul berusaha untuk memasukkan disiplin baru ini ke dunia sains forensik. Perkembangan yang cepat ini mengakibatkan minimnya standardisasi dan pelatihan-pelatihan. Dalam bukunya, "High-Technology Crime: Investigating Cases Involving Computers", K. Rosenblatt tahun 1985 menuliskan:
Menyita, mengamankan, dan menganalisis bukti yang tersimpan dalam komputer adalah tantangan forensik terbesar yang dihadapi penegak hukum pada tahun 1990-an. Ketika sebagian besar pengujian forensik, seperti uji sidik jari dan DNA dikerjakan oleh para ahli yang dilatih secara khusus, pekerjaan pengumpulan dan analisis bukti komputer kebanyakan ditugaskan kepada petugas patroli dan detektif.
6. Tujuan dan manfaat digital Forensik
Secara singkat tujuan dari komputer forensik adalah untuk menjabarkan keadaan terkini dari suatu catatan digital. Istilah catatan digital bisa mencakup sebuah sistem komputer, media penyimpanan (seperti flash disk, hard disk, atau juga CD-ROM), sebuah dokumen elektronik (misalnya sebuah pesan email atau gambar JPEG), atau bahkan sederetan paket yang berpindah dalam jaringan komputer.
Secara lebih rinci komputer forensik memiliki fungsi mengamankan dan menganalisis bukti digital, serta memperoleh berbagai fakta yang objektif dari sebuah kejadian atau pelanggaran keamanan dari sistem informasi. Berbagai fakta tersebut akan menjadi bukti yang akan digunakan dalam proses hukum. Contohnya, melalui internet forensik, untuk dapat mengetahui siapa saja orang yang mengirim pesan elektronik, kapan dan dimana keberadaan pengirim. Dalam contoh lain dapat pula dimanfaatkan untuk melihat siapa pengunjung suatu situs secara lengkap dengan informasi IP address, komputer yang dipakainya dan keberadaannya serta kegiatan apa yang dilakukan pada situs tersebut.
Baca juga Apa itu DNS ?
7. Langkah - langkah / cara melakukan digital forensik
Dalam penyelidikan forensik digital, proses forensik digital merupakan proses ilmiah dan forensik yang diakui.Peneliti forensik Eoghan Casey mendefinisikannya sebagai langkah-langkah mulai dari sinyal awal insiden hingga pelaporan temuan.
Media digital yang disita untuk penyelidikan biasanya disebut sebagai "barang bukti" dalam terminologi hukum. Penyelidik menggunakan metode ilmiah untuk menemukan bukti digital untuk mendukung atau menyangkal hipotesis, baik untuk pengadilan atau proses perdata.
Itulah bahas bahas tentang IT Forensik semoga bermanfaat dan sampai jumpa.
Mau liat dan download source code aplikasi bisa disini
No comments:
Post a Comment
Komentar yang bermutu Insyaallah akan mendapatkan berkah