Ask Upacara Yandnya Kasada tradisi ritual masyarakat tengger AdityaDees - AdityaDees

Hot

https://publishers.chitika.com/

Contact us for advertising.

01 June 2021

Ask Upacara Yandnya Kasada tradisi ritual masyarakat tengger AdityaDees

Yadnya Kasada atau dikenal juga dengan sebutan Kasada Bromo merupakan ritual tradisi Hindu masyarakat tengger. Biasanya ritual digelar oleh orang-orang Tengger dari empat kabupaten di Jawa Timur : Pasuruan, Malang, Lumajang, dan Probolinggo.

Ritual Kasada diadakan tiap tahun sekali pada hari ke-14 dalam bulan Kasada .Berkumpul di Pura Luhur Poten untuk memohon berkah dari Ida Sang Hyang Widi Wasa dan Dewa Mahameru ( Gunung Semeru ). Candi terdiri dari beberapa bangunan dan kandang yang disusun dalam susunan komposisi di halaman yang dibagi menjadi tiga mandala (zona), Mandala Utama , Mandala Madya dan Mandala Nista .

Ritual tersebut berfungsi sebagai cara untuk mengungkapkan penghargaan kepada dewa mereka, yang mereka yakini telah memberi mereka berkah, kelimpahan, dan kesejahteraan.

Titik awal prosesi Yadnya Kasada adalah Pendopo Agung Desa Ngadisari. Sesaji mulai dibagikan ke Pura Luhur Poten di tanah pasir yang dikenal sebagai Poten , tepat di bawah Gunung Bromo. Setelah ritual tersebut, para dukun pandita suku Tengger, tokoh masyarakat setempat, dan masyarakat Tengger berkumpul dan berdoa untuk keselamatan dan kesejahteraan mereka.

Dari kaki Gunung Bromo, orang-orang Tengger berjalan kaki membawa berbagai sesajian menuju kawah.Sambil berjalan mereka juga melampar sesajian berupa buah buahan, sayuran, hewan ternak, dan hasil bumi lainnya ke kawah sebagai Simbol pengabdian pada Sang Hyang Widhi, pengorbanan, penyucian diri, rasa syukur, penjagaan hubungan harmonis dengan alam, dan penghormatan pada leluhur mereka.

Selain ritual pelemparan hasil bumi dan ternak ke kawah, upacara Yadnya Kasada juga menampilkan ragam pertunjukan. Sebelum upacara dimulai, diselenggarkaan malam resepsi Yadnya Kasada dengan pementasan tari Sembilan Dewa serta tari Roro Anteng dan Joko Seger.

Tarian yang dianggap sakral oleh masyarakat Tengger ini mengisahkan legenda asal usul masyarakat Tengger. Ada pula pertunjukan tari tradisional lainnya. Tahun lalu pentas pula tari Jaranan Slinig Lumajang, tari Ponorogo, tari Hudoq Dayak dari Kalimantan Timur dan lain-lain.

Festival ini berasal dari legenda Majapahit, pada masa pemerintahan Raja Brawijaya. Menurut versi legenda menyatakan Tengger berasal dari gabungan nama dua leluhur mereka: Rara Anteng (Teng), putri raja Brawijaya, dan Joko Seger (Ger), putra seorang Brahmana Kediri. Keduanya menikah dan hidup di sekitar wilayah Penanjakan, tak jauh dari Gunung Bromo. Tapi mereka tak punya anak untuk waktu lama. Hingga akhirnya mereka berdoa kepada Sang Hyang Widhi Wasa.

Rara Anteng dan Joko Seger berjanji jika punya anak, salah satu anaknya akan dikorbankan. Tak lama kemudian, Rara Anteng hamil dan melahirkan. Anak mereka berjumlah 25. Setelah lahir, salah seorang anak mereka, Raden Kusuma, menghilang. Mereka kemudian mendengar suara Raden Kusuma keluar dari kawah Gunung Bromo.

Penafasiran makna “memberi korban” adalah merujuk pada mendermakan sebagian hasil panen dan ternak ke kawah Bromo. Inilah asal muasal upacara Kasada. Versi legenda ini juga sejalan dengan versi sejarah. Menurut beberapa prasasti yang di temukan di sekitar pegunungan Bromo dan Negarakertagama, orang Tengger juga disebut telah bermukim di kawasan Tengger sejak masa Majapahit

Ritual adat Yadnya Kasada bertahan dan diwariskan dari lintas generasi . Makna ritualnya tetap terjaga pula. Beberapa pengamat asing mencatat jalannya upacara ini pada rentang abad ke-19-20.

No comments:

Post a Comment

Komentar yang bermutu Insyaallah akan mendapatkan berkah

https://payclick.com/

Contact us for advertising.