Ternyata bukan itu saja, pulau ini juga mempunyai ikon flora endemik berupa jeruk Siompu. Selain itu, ada lagi pesona tersimpan di pulau ini yaitu warga dengan ciri tubuh unik. Mereka mempunyai bola mata biru atau mirip bangsa Kaukasia atau orang eropa.
Warga ini mendiami tempat yang bernama Kaimbulawa, sebuah desa dengan luas 9.6 km2 di kecamatan Siompu Timur.
La Ode Yusrie merupakan orang di balik penemuan kelompok masyarakat bermata biru. Ketika Summer Institute Linguistic (SIL) bersama peneliti budaya dan sejarah sedang melakukan penelitian tentang dialek lokal di Siompu Timur pada 2016. Penelitian berlangsung selama enam bulan di sana.
Di penghujung kegiatannya disana, Yusrie mendapat informasi tentang ciri warga yang unik mirip dengan orang eropa. Ditemani warga setempat, Yusrie pun akhirnya bertemu dengan warga Kaimbulawa bermata biru.
Menurut garis keturunannya mata biru ini merupakan warisan portugis , saat bangsa Eropa berlomba menguasai rempah-rempah dunia, para pelaut Portugis menjadikan Pulau Siompu sebagi persinggahan sebelum menuju ke Maluku.
Selama berlabuh ini, Portugis menjalin hubungan baik dengan warga lokal, bahkan beberapa pria Portugis diijinkan mempersunting gadis Siompu.
Cerita ini termuat dalam naskah kuno peninggalan Kesultanan Buton Kanturuna Mohelana yang bermakna Pelitanya Orang Berlayar.
Pelaut Portugis masuk Nusantara pada abad 16. Tujuan utama mereka adalah Kepulauan Maluku, yang merupakan rumah bagi tanaman rempah yaitu cengkeh dan pala.
Mereka melintasi jalur utara, lewat Pulau Mindanao, Filipina. Namun, karena banyak aksi perompak, Portugis kemudian memindahkan rute pelayaran ke selatan.
Dalam perjalananya mereka menemukan Pulau Buton untuk dijadikan persinggahan bagi pelaut Portugis saat menuju ke Maluku. Selama berlabuh, mereka mengisi perbekalan serta menjalin hubungan dagang Kesultanan Buton.
Mata biru merupakan ciri anak-anak hasil perkawinan silang Buton-Portugis. Namun ketika Belanda mengambil alih kekuasaan di Buton ,mereka melancarkan stigma negatif terhadap warga keturunan Portugis.
Akibatnya warga keturunan ini memilih menyingkir ke beberapa wilayah, seperti Liya di Kabupaten Wakatobi, Ambon, hingga Malaysia. Stigma penjajah Belanda terus membekas pada komunitas bermata biru di Siompu selama berpuluh tahun dan mereka semakin menutup diri.
Para pemilik mata biru pun menjauh dan membangun tempat tinggal termasuk di wilayah perbukitan Kaimbulawa. Penduduk bermata biru tersisa saat ini, tak lebih dari 10 orang, perlahan mulai membuka diri. Sejumlah warga bermata biru Siompu kini mulai sering diundang dalam acara-acara di lingkungan Kesultanan Buton.
note :
Tidak hanya Warga Siompu yang memiliki mata biru, suku lain juga terdapat mata biru ,di antaranya Lamno(Aceh), Halmahera Timur (Maluku) dan Kisar (Maluku).
Sumber
No comments:
Post a Comment
Komentar yang bermutu Insyaallah akan mendapatkan berkah